Asusila Penegak Hukum dalam Bernegara By Santo Nainggolan SH


Jakarta- meraknusantara.com,- Filsuf Plato sudah tentu tidak jarang lagi kita dengar namanya, sumbangsih pemikirannya begitu banyak terlebih pada kehidupan bernegara, tujuan Negara menurut Plato adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial sehingga untuk mencapai tujuan bernegara tersebut membutuhkan perangkat-perangkat Negara.  Salah satu perangkat dalam bernegara adalah  aturan-aturan yang telah disepakati bersama yang disebut dengan Hukum Negara atau hukum yang berlaku pada seluruh warga Negara dan pelaksana Negara tersebut.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menjadi polemik dan perbincangan pada masyarakat dan penegak hukum.  Bagaimana tidak, Undang-Undang tersebut telah menyamaratakan perolehan hak untuk mendapatkan remisi dan asimilasi antara yang dihukum dengan pidana biasa dengan yang dihukum atas pidana Korupsi. Selogan atau bahasa Extra Ordinary Crime, Obstruction of justice,dan  Fiat justitia ruat caelum hanya ditempatkan pada tingkat bunyi-bunyian namun pada penerapannya berbanding terbalik.  Moral dari Para Penegak Hukum semakin tergerus, tergradasi pada kepentingan pribadi, bahkan tidak jarang para penegak hukum melacurkan dirinya dengan mengutak-atik hukum itu dengan dalil-dalil yang dipaksakan.

Hukum telah dijadikan indutri, rakyat kecil akan tetap mendekam di Penjara, sementara pelaksana Negara yang melakukan korupsi, pembunuhan, dan pemakai narkoba dengan mudah dan cepat bisa keluar dari Lembaga Pemasayarakatan. Bangsa Indonesia telah 77 Tahun merdeka, namun penegakan hukum semakin mundur dan bahkan rasa malu dalam mempertontonkan pelacuran hukum tersebut sudah tidak ada, hal ini terlihat pada sinetro yang dipertontonkan atas pembunuhan Brigadir J dan tertangkapnya Hakim Mahkamah Agung sebagai tonggak penegak hukum ditambah Komisi III DPR RI yang ogah-ogahan membahas dan mensyahkan Undang-Undang perampasan Aset.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tercantum “bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum”, oleh karenanya seluruh tindakan Pelaksana Negara harus didasari aturan hukum  dan Politik hukum yang jelas yang bersumber dari tertib hukum Bangsa itu sendiri dan tentunya demi memajukan kesusilaan manusia, ketertiban yang berkeadilan dan kesejahateraan rakyat.

Cita-cita hukum dalam pembentukan politik hukum yang berkeadilan telah tergerus dan tergantikan dengan orderan-orderan pasal-pasal dalam pembentukan hukum itu, sehingga tidak heran lagi bahwa hukum itu tumpul keatas dan tajam kebawah. Asumsi dan pemekirian seperti ini tentunya akan menjadi Bom waktu bagi Negara dan tidak akan tertutup kemungkinan rakyat akan menarik haknya yang diberikan kepada Negara dalam pengurusan kesejahteraan dan keadilan secara bersama.

(Santo Nainggolan / Advokat)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama