Diduga Vonis Hukuman Juhaeni Merupakan Bukti Kriminalisasi Korban Rekayasa Penegakan Hukum


Luwu_SULSEL.MERAKnusantara.com , - Pembelian sebidang lahan tanah persawahan yang sudah disertifikatkan  No. 188 Tahun 2015 oleh JUHAENI,  tetap saja divonis hukuman atas tudingan  Penggunaan surat palsu atas surat PERYATAAN TANGGAL 28 Agustus 2015 yang sampai saat ini belum ada hasil FORENSIK POLDA SULSEL.

Bahwa kasus dugaan menggunakan surat palsu yang laporkan lelaki Muhiddin S. Pd di polres Luwu tanggal 21 Maret 2021 kepada terlapor sdr. Lasennang tentang dugaan terjadinya tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak dan penyerobotan tanah sawah yang terletak di Desa Paconne, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu seluas kurang lebih 50 Are.


Laporan tersebut adalah tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana oleh pihak Penyidik Polres Luwu. Pelapor tidak puas, akhirnya lel. Muhiddin S.Pd melaporkan kembali di Polda Sulsel pada tanggal 29 Desember 2021 atas objek kasus yang sama tentang  perihal pemalsuan surat dan atau menempatkan keterangan palsu kedalam akta otentik. 

Terlapor Juhaeni dituduh menggunakan bukti surat pernyataan terkait pengakuan MAHAR untuk A. Sitti Fatimah AR tahun 1999 yang menurut berita acara pemeriksaan labolatoris kriminalistik pada pusat laboratorium forensik Polda Sulsel, oleh salah satu dari 8 (delapan) anak dari A. Mappagiling Dg. Silele yaitu Andi Abd Rahman Mappagiling yang bertanda tangan dinilai sebagai tanda tangan karangan menurut hasil forensik Polda Sulsel nomor lab: 4719/DTF/XI/2024 tertanggal 13 Nopember 2024.

Pada kenyataannya surat pengakuan mahar tahun 1999 itu untuk A.Sitti Fatimah AR  diketahui delapan anak dari A. Mappagiling Dg. Silele sama sekali tidak ada hubungannya dengan terlapor Juhaeni.

Tetapi oleh Penyidik Polda Sulsel tetap mencari dan melakukan pengembangan penyelidikan hingga menemukan sebuah surat pernyataan tanggal 28 Agustus 2015 yang diduga dibuat Juhaeni. Surat yang isinya menerangkan terkait riwayat tanah yang menjelaskan dibuka oleh A.Sitti Fatimah AR, sama sekali tidak ada kepentingan hukumnya dengan Juhaeni, tegas Aso Abdul Rahim, SH selaku Tim Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum TIPRI (LBH-TIPRI).

Kepada Wartawan Media  Nasional Online Merak Nusantara Com menegaskan bahwa Terbukti dalam fakta persidangan, putusan pidana Pengadilan Negeri Belopa Nomor 37/Pid.B/2025/PN Blp tanggal 23 Juli 2025, Terdakwa Juhaeni ternyata tidak pernah membuat dan menandatangani surat pernyataan tanggal 28 agustus 2015 seperti yang dituduhkan kepadanya. 

Hal tersebut membuat Penasehat, Pembela dan advokat hukum Juhaeni, menilai sangat janggal dan menimbulkan tanda tanya, bahwa bagaimana mungkin "Terdakwa Juhaeni" dapat mempertanggung jawabkan perbuatan yang tidak pernah dilakukannya ?

Sebagaimana dalam asas hukum pidana dikenal prinsip "an act does not make a person guilty unless his mind is guilty” yang artinya "asas tiada pidana tanpa kesalahan" (atau asas kesalahan), seseorang baru dapat dipidana jika melakukan perbuatan yang dilarang (actus reus) disertai dengan niat atau kesalahan dalam dirinya (mens rea). 

Dalam asas tersebut menekankan bahwa pertanggungjawaban pidana memerlukan adanya unsur kesalahan pada diri pelaku yang dapat dibuktikan perbuatan hukumnya secara otentik. 

Karena itu, surat pernyataan tanggal 28 Agustus 2015 dan Surat Keterangan Kepala Desa Paconne Nomor 216/SK/D.Pc/VIII/2015 tanggal 28 Agustus 2015, keduanya memiliki uraian surat yang isinya sama dan diduga merupakan copy paste yang dibuat oleh Saksi KHAIRUDDIN Bin AMIR HAMZAH.

 Anehnya, Juhaeni ditetapkan sebagai sebagai tersangka oleh Penyidik polda Sulawesi Selatan, pada hal fakta dalam persidangan terungkap pengakuan yang dibenarkan oleh saksi KHAIRUDDIN Bin AMIR HAMZAH bahwa yang membuat surat itu adalah saksi bukan Terdakwa Juhaeni Binti Ebo.

Begitu juga tandatangan Terdakwa dan tandatangan Saksi MASDIN dalam surat pernyataan tanggal 28 Agustus 2015 itu adalah bukan tandatangan Juhaeni dan sangat berbeda dengan tandatangan yang diduga dipalsukan yang pada fakta persidangan, Terdakwa hanya mengaku pernah menandatangani Surat Pernyataan Pengoperan Penguasaan Tanah yang di Ganti Rugi pada Tanggal 27 Agustus 2015. 

sedangkan tandatangan dalam surat pernyataan tanggal 28 Agustus 2015 tersebut belum pernah diperiksa di laboratoris kriminalistik pusat laboratorium forensik polri, untuk membuktikan tanda tangan Terdakwa. Bahwa dari dua surat yang dibuat berselan 1 (satu) hari saja, dimana Surat Pernyataan Pengoperan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi dibuat pada tanggal 27 Agustus 2015 dan Surat Pernyataan di buat pada tanggal 28 Agustus 2015 tersebut, menjadi pertanyaan besar,  kenapa Terdakwa harus dipaksa mengakui menggunakan kedua surat tersebut dalam mengajukan permohonan sertifikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu ? 

Surat yang saling bertentangan satu sama lain, yakni Surat Pernyataan Pengoperan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi yang dibuat pada tanggal 27 Agustus 2015 itu, pada pokoknya : 

“H. SIDDANG disebut sebagai pihak pertama dan JUHAENI disebut sebagai pihak kedua. Bahwa pihak pertama telah melepaskan haknya serta bangunan/ tanaman yang ada diatasnya kepada pihak kedua pada tahun 1999 dengan nilai ganti rugi Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagai ongkos jerih payah pihak pertama dalam mengelola tanah tersebut.

Bahwa pihak pertama telah menerima sepenuhnya uang pengoperan tersebut dari pihak kedua dan untuk penerimaan ini berlaku pula sebagai tanda terima (kwitansi)”

Sedangkan Surat Pernyataan yang di buat pada tanggal 28 Agustus 2015 berisikan pada pokoknya : 

“Pada tahun 1960. Tanah Negara yang dibuka dan dikuasai sendiri oleh saudari Hj. A. Fatimah A.R. pada tahun 1965, kemudian pada tahun 1980 beralih kepada saudara H.Siddang dengan cara dibeli, kemudian pada tahun 1999 beralih kepada Saudari Juhaeni dengan cara Pengoperan Penguasaan Tanah Dengan Cara Ganti Rugi (Jual Beli) sesuai dengan Surat Keterangan Pengoperan Penguasaan Tanah Dengan Ganti Rugi (Jual Beli) Tanggal 27 Agustus 2015 legalisasi Camat Belopa Utara Nomor 593.2/380/K.blp.u/VIII/2015.”

Pada hal kedua surat tersebut disaksikan secara TERTULIS oleh Kepala Desa Paconne yakni saksi KHAIRUDDIN Bin AMIR HAMZAH bahkan dibenarkan dalam fakta persidangan. (Laporan Wartawan Biro Sulsel/M Nasrum Naba)

Baca Juga

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama