PALOPO _ SULSEL.MERAKnusantara.com, -Kasus Perdata Kewarisan yang ditengarai terjadinya dugaan Peradilan Sesat atas indikasi rekayasa alat bukti hukum oleh pihak penggugat antara Amiruddin Bin Haring (Tergugat) melawan Kusmawati Binti Haring Dkk, menuai protes keras dari gabungan lembaga LSM ASPIRASI dan LBH NVNJ di Palopo Sulsel hingga melakukan aksi demo damai di depan Kantor Pengadilan Agama Palopo, pada Rabu 5 November 2025.
Aksi protes perlawanan terhadap putusan hukum Inkrah yang akan dilakukan pelaksanaan sita eksekusi yang gagal dilaksanakan sebelumnya pada 27 Oktober 2025 dan ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Palopo dalam mediasi yang dilaksanakan di ruangan kantor pengadilan agama.
Dalam pertemuan mediasi dialog antara pihak Pengadilan Agama Palopo dengan pihak LSM ASPIRASI dan LBH NVNJ selaku pendamping non litigasi, masing-masing menghadirkan pembicara dalam membahas mengenai persoalan perkara kewarisan yang putusannya hukumnya telah Inkrah. Yakni, Ketua Pengadilan Agama oleh Ketua Tommi, S.Hi, Wakil Ketua Helvira, S.Hi.,MH dan Panitra Dra.Nasrah, SH.
Sementara dari LSM ASPIRASI dan LBH NVNJ dihadiri M Nasrum Naba ( Ketua Umum/Koord.Luwu Raya) sekaligus bertindak selaku Jenderal Lapangan Aksi Demo, Amiruddin ( Tergugat ), Pahmi ( Koord. LBH NVNJ Palopo) dan Ahmar Koord.LSM Aspirasi Kec. Bara dan Wara Utara.
Pertemuan Dialog mediasi yang dibuka oleh Tommi, S.Hi menyesalkan adanya aksi demo karena menurutnya, pihaknya selama ini senantiasa terbuka dan siap memberikan ruang dialog. Hanya saja dalam persoalan ini dirinya mengakui lebih mengedepankan etika dalam membahas persoalan kasus yang sedang berjalan dan memang saya tidak pernah untuk memberi ruang melakukan pembahasan kasus ini, tegasnya.
Ia juga merasa tidak menerima kalau dikatakan pelaksanaan sita eksekusi gagal dilaksanakan pengadilan agama. Apapun alasannya, pihaknya harus melaksanakan putusan ini karena sudah bersifat Inkrah. Sebab jika tidak, itu berarti kami tidak mengindahkan asas daripada tujuan hukum tentang Keadilan, Kepatuhan dan Kemanfaatan Hukum yang juga diamini oleh Wakil Ketua dan Panitra yang mendampinginya dalam rapat dialog.
Namun demikian, pasca putusan perkara perdata warisan ini telah Inkrah dan upaya hukum luar biasa oleh pihak tergugat melalui PK dinyatakan ditolak, kami telah berupaya melakukan upaya hukum non litigasi atau istilah lainnya adalah Restoratif Justice pada instansi hukum lainnya.
Para pihak sudah kami pertemukan untuk solusi perdamaian demi penyelesaian secara kekeluargaan kepada para pihak (Tergugat vs Penggugat) yang sebenarnya memiliki ikatan yang sangat hirarki sebagai orang bersaudara kandung.
Bahkan pihak penggugat selaku pemenang, 6 orang dari delapan Penggugat telah kami hadir dihadapan kami sudah pernah menandatangani surat pernyataan damai. Hanya saja kendalanya karena syarat untuk berdamai sesuai permintaan dua orang penggugat oleh Kusmawati dan H Beti, belum terpenuhi. Yakni, masing - masing minta diberikan uang waktu itu sebesar Rp 200 juta perorang untuk dua orang itu, dan harus dibayar kes dihadapan ketua Pengadilan Agama dan Panitra untuk disaksikan.
Karena tidak ada yang kontan seperti permintaan 2 orang Penggugat, pernyataan sepakat pun batal dan satu orang lainnya ikut mendukung permintaan kedua saudaranya itu, sehingga menjadi 3 orang yang bertahan untuk tidak berdamai kecuali jika dibayar Rp 500 juta perorang terhadap ke Tiga orang itu.
Amiruddin sendiri yang merasa bahwa dirinya ingin diperas atas perdamaian ini memilih pasrah untuk memilih jalur hukum berikutnya. Berhubung, salah satu obyek hak milik pribadi Amiruddin yang diperoleh dari pembelian lelang eksekusi jaminan hak tanggungan Kredit pada Bank Mandiri yang dilelang dan dibeli melalui KPKNL Palopo pada tahun 2016, kemudian dilakukan Gros Eksekutorial oleh Pengadilan Negeri Palopo, akhirnya ke Tiga orang saudara Amiruddin yang tidak mau berdamai itu, terpaksa ke 12 orang yang menjadi penggugat hak milik pribadinya dilaporkan semuanya kepihak Kepolisian Polres Palopo.
Karena alas hak Milik Pribadi Amiruddin yang selain dibeli melalui lelang, obyeknya juga sudah dilakukan penetapan eksekusi oleh pengadilan negeri Palopo merupakan sebuah bukti otentik yang tak terbantahkan bagi ke 12 orang penggugat secara melawan hukum melakukan penyerobotan dan pengrusakan rumah milik pribadi Amiruddin yang terletak di Jalan Cakalang Kel. Ponjalae Kec Wara Timur Kota Palopo.
Lalu muncul pertanyaan bagi sebagain warga dari pihak penggugat yang notabene adalah sebagai pemenang kasus perkara perdata warisan yang telah Inkrah. Kenapa bisa pewaris ditahan akibat Menuntut hak warisnya ? Pertanyaan ini kemudian sempat menjadi viral di medsos terlebih ketika ucapan ini digaungkan olek kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Aktifis Mahasiswa (GAM) yang sekaligus Menyoroti langkah dan tindakan hukum pihak Penyidik Polres Palopo dan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palopo dengan aksi demo.
Mereka dari GAM yang didukung oleh Pengacara dan Pembela Hukum Para Tersangka Kasus Pidana Penyerobotan dan Pengrusakan secara bersama-sama oleh Kusmawati, Hj Beti dan Ahmad.
Pihak penyidik Polres Palopo dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku yang dilaporkan oleh Amiruddin Bin Haring, pada faktanya didukung oleh sebuah landasan hukum yang otentik dan kuat dan dijamin UU. Dan secara rasional, pelapor dengan hak milik pribadi Amiruddin berdasarkan sertifikat hak milik secara defacto tak terbantahkan dengan dasar hukum kemenangan putusan Inkrah tentang hak kewarisan yang pada faktanya pula tidak bisa dibuktikan kepemilikan hak pewaris atas nama ke dua orang tuanya masing-masing terhadap diri Alm. H Haring dan Almh Hj Hafirah.
Selain hak kepemilikan sertifikat hak milik yang masih melekat kekuatan hukumnya bagi Amiruddin karena belum dibatalkan atas alasan hukum apapun, juga kepemilikan hak obyek dimaksud atas sebuah rumah permanen berlantai tiga yang juga digunakan sebagai tempat budidaya sarang burung walet milik Amiruddin Bin Haring, tidak ada alasan hukum yang dapat dijadikan alasan pembenar bahwa obyek yang dijadikan perkara kewarisan itu adalah hak milik pewaris Alm. H Haring atau Ibu Hj Hafirah.
Seiring dengan hal semua itu, M Nasrum Naba selaku pendamping hukum non litigasi, kepada media ini menyebutkan bahwa hak kepemilikan Amiruddin Bin Haring atas obyek yang dijadikan dasar pelaporan polisi hingga terjadinya penahanan terhadap 3 orang ahli waris H Haring dan Almh Hj Hafirah, secara logika rasional menurut ya sudah benar dan tepat sesuai dasar hukum yang melandasi proses hukum pidana dimaksud.
Lanjut Daeng Naba sapaan akrabnya menegaskan, bahwa berdasarkan hasil penelisikan terhadap kasus ini, selain didukung oleh adanya 5 orang saudara kandung Amiruddin yang telah membuat pernyataan hukum dihadapan Lurah Ponjalae Kec Wara Timur Kota Palopo bahwa dirinya memohon maaf dan mengaku bersalah serta mengatakan bahwa semua obyek gugatan yang ditujukan kepada saudara kandungnya atas diri Amiruddin Bin Haring, benar adalah milik pribadi Amiruddin dan bukan hak warisan. Juga telah berhasil mendapatkan informasi aktual dan dapat dipertanggungjawabkan bahwa perkara warisan ini dimenangkan oleh penggugat dan putusan hukumnya telah Inkrah, pada hakikatnya merupakan sebuah hasil rekayasa hukum melalui praktek kejahatan terstruktur dan sistematis oleh yang namanya jaringan Makelar Kasus alias MARKUS.
Berdasarkan hasil penelusuran investigasi yang dilakukan oleh Tim Bersama LSM ASPIRASI, LBH NVNJ dan Wartawan Media Nasional Online Merak Nusantara melalui sumber yang dirahasiakan identitasnya, mengakui dan menyebutkan bahwa proses hukum perkara warisan ini dimenangkan bukan karena berdasarkan fakta-fakta otentik melainkan karena atas usaha kongkalikong dengan kesepakatan jahat membayar oknum tertentu di Pengadilan Tinggi Agama Makassar melalui Oknum Mantan Panitra Pengadilan Agama Palopo yang berinisial "P" alias "A" yang minta dibayar senilai Rp 500 juta untuk mendapatkan kemenangan Putusan Hukum pada Tingkat Banding di PT. Agama Makassar Sulsel.
Sumber yang yang ditemui langsung dikediamannya, selain merasa di peras, menyebutkan bahwa oleh oknum Makelar Kasus itulah yang menyusun skenario gugatan warisan ini dari awal. Sumber yang mengaku sebagai penyandang dana pembiayaan berjalannya kasus perdata kewarisan ini, juga mengakui bahwa sampai saat ini pembayaran uang kepada seseorang yang memegang andil di Pengadilan Tinggi Agama saat perkara ini bergulir pada proses banding melalui Makelar Kasus, baru sudah terbayar sekitar Rp 300 juta rupiah dan selebihnya saya sudah tidak mau lagi karena saya sudah tahu dan paham duduk permasalahan yang sebenarnya bahwa obyek gugatan adalah benar bukan hak warisan tapi hak milik pribadi Amiruddin Bin Haring.
Berdasarkan atas fakta pengakuan sumber itulah, oleh M Nasrum Naba yang didaulat sebagai Kuasa Tim Pendamping Non Litigasi untuk bertindak selaku Pelindung Hukum dan HAM bagi diri Amiruddin Bin Haring atas hak milik pribadinya, dengan tegas menyatakan sikap dihadapan Ketua Pengadilan Agama Palopo bersama jajarannya, bahwa Pelaksanaan Sita Eksekusi tidak akan bisa dilaksanakan karena menurutnya telah melanggar filosofi norma hukum tertinggi di negeri ini tentang "Agama" yang telah meruntuhkan Marwah dan nama baik dunia peradilan untuk keadilan menjadi peradilan sesat. Kecuali oleh Pihak Majelis Hakim yang Mulia dalam perkara ini dengan tegas menyatakan bahwa Putih adalah Hitam !!!
(Laporan Wartawan Biro Sulsel _Tim Investigasi)


Posting Komentar