Diduga Material Tambang Galian C Ilegal Di Wilhum Polres Luwu Utara Digunakan Pada Pembangunan Irigasi Baliase Tahap IV, Pengawasan Terindikasi KKN ?


𝙇𝙪𝙬𝙪 𝙐𝙩𝙖𝙧𝙖 - Sulsel.MERAKnusantara.com- Pelaksanaan Pembangunan Proyek Irigasi Baliase Kab. Luwu Utara Tahap IV sebagai proyek pembangunan lanjutan irigasi yang bersumber dari dana anggaran APBN oleh Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan (BBWSJP) Sulawesi Selatan.

Proyek Jaringan irigasi Baliase Kanan di Desa Laba sampai ke Desa Lapapa, Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara Sulsel ini dikerjakan oleh PT. PEMBANGUNAN TEKNIK KONSTRUKSI asal kota Makassar, Sulsel. 


Berdasarkan informasi yang diterima wartawan media nasional on line Merak Nusantara Com pada Kamis (12/06/25) menyebutkan bahwa material Tanah Merah yang digunakan proyek  ini, diambil dari tambang yang tidak miliki ijin resmi atau ilegal yang  lokasi tambangnya berada di Kelurahan Bone Tua Kecamatan Masamba, Lutra. 

Material tersebut diangkut ke lokasi proyek yang berada di Desa Lapapa dan Desa Laba. Hal tersebut  menimbulkan pertanyaan bahwa apakah pembangunan proyek irigasi ini dibenarkan menggunakan material Tambang Ilegal dan terkesan kebal hukum serta sarat pembiaran dari pihak APH Polres Luwu Utara ? Begitu pula dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel, apakah hal ini dibenarkan penggunaan material ilegal pada proyek anggaran APBN hingga pengawasan pihak Balai tidak dilakukan ?

Berdasarkan hal itu, Balai Besar dinilai telah telah lalai melaksanakan fungsinya dibidang pengawasan. Selain itu, Balai Besar juga dianggap telah menipu para Subkon peda pelaksanaan proyek Pembangunan Tahap III Jaringan Irigasi Baliase Kiri di Luwu Utara. Pasalnya adalah bahwa pekerjaan irigasi pada tahap III Tahun 2023 lalu masih menyisakan persoalan sejumlah milyaran rupiah hak para subkon atau pendor yang belum dibayarkan oleh Kontraktor PT. Jaya Konstruksi (KSO) PT. Bumi Karsa dengan nilai 5 Milyar lebih. 

Selain itu, Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel, juga melanggar  hasil kesepakatan sebelumnya, yakni pernyataan Balai Besar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Komisi II DPRD Luwu Utara pada Senin (5/05/25), pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan (BBWSJP) yang diwakili oleh Andi Faisal selalu Satker Balai Besar didampingi Datu Karaeng Raja selaku PPK telah berjanji dengan surat pernyataan tertulis sebagai bagian daripada notulen rapat dengar pendapat yang disaksikan langsung dan ditandatangani oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kab. Luwu Utara HATTA TURUSY, ST untuk segera melunasi segala utang pihak kontraktor kontraktor PT. Jaya Konstruksi (KSO) dan PT. Bumi sebelum pekerjaan berikutnya dilanjutkan. 

Namun Faktanya, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel yang sedianya memenuhi janjinya untuk mempertemukan pihak Subkon atau pendor dengan PT. jaya Kontruksi KSO dan PT. Bumi Karsa untuk melunasi utangnya sebelum proyek APBN ini dilanjutkan pada pelaksanaan  pembangunan tahap IV, hanyalah kebohongan alias Bohong belaka yang dinilai sebagai bentuk tindakan pelanggaran hukum Penipuan semata. 

Anehnya, pelaksanaan proyek strategis negara ini justru dilaksanakan dengan  menggunakan material yang dibeli dari quarry yang diduga kuat tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) alias ILEGAL dan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel terkesan membiarkan. 

Patut dicurigai bahwa pembiaran dan pembenaran penggunaan material ilegal tersebut oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP terindikasi kuat terjadinya persekongkolan jahat alias KKN dengan pihak berwenang dari unsur APH yang terkesan tutup mata terhadap terjadinya pelanggaran hukum itu karena diduga kuat adanya keterlibatan anggota APH di Luwu Utara dalam kegiatan tambang Ilegal dimaksud membekkenginya ?

Dan menurut M. Nasrum Naba yang dikonfirmasi wartawan media ini menyebutkan, bahwa sesuai dengan pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan, itu dapat dipidana dengan tuduhan penadah barang ilegal.

"Kalau pihak instansi pengelola proyek negara mengetahui dan mereka pun membiarkannya, ada dugaan telah terjadi persekongkolan dalam menggunakan barang ilegal tersebut, alias KKN "tegasnya.

LBH yang terkenal tegas itu menuturkan, jika ada indikasi suatu proyek pembangunan menggunakan material dari penambangan (quarry) ilegal, tetapi berjalan lancar tanpa tersentuh penegak hukum, dapat dicurigai adanya indikasi kongkalingkong terhadap pelaksanaan proyek tersebut. 

Sebab secara logika, tidak mungkin semua itu bisa terjadi jika pihak APH benar-benar menjalankan tupoksinya dengan baik dibidang fungsi pengawasan, khususnya oleh bidang pengawasan di unit intelkam Polres Luwu Utara. Kecuali  jika ada oknum anggota penegak hukum atau oknum lainya yang memegang peranan penting dan berpengaruh terlibat di dalamnya melindungi perbuatan ilegal dimaksud, ungkap Daeng Naba sapaan akrabnya. 

Dan Berdasarkan UU No 4 tahun 2009, dalam pasal 161, menyebutkan bahwa yang dipidana  adalah setiap orang yang menampung atau pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lainnya. Bagi yang melanggar maka dipidana paling lama 10 tahun, denda 100 miliar.

Maka dari itu, Ia menilai bahwa pembangunan proyek irigasi Baliase Tahap IV kali ini yang diduga memakai material ilegal tersebut, merupakan tantangan bagi  penegak hukum pada Polres Luwu Utara untuk menjalankan fungsinya dengan baik sesuai amanah UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dalam wujud pelaksanaan supremasi hukumnya dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

Jelasnya bahwa di dalam undang-undang jasa kontruksi nomor 2 tahun 2017 mengatakan bahwa setiap pekerjaan kontruksi harus menggunakan material yang didatangkan dari Quarry galian C wajib memiliki dokumen yang lengkap dan IUP-OP yang sah dan masih berlaku.

Sebab tidak hanya pelaku atau pengelola tambang (tanpa izin resmi-red) saja yang bisa dipidana, tetapi pembeli yang membeli hasil tambang yang ilegal itu, juga bisa dijerat hukum dan dijadikan tersangka sebagai penampung barang Ilegal (penadah), tegasnya.

Ia berharap, praktek-praktek yang melanggar undang-undang tidak lagi terpelihara di Sulsel ini. Karena itu dia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dari pihak jajaran Polres Luwu Utara, agar hendaknya segera mengambil langkah dan tindakan hukum kepada para penambang dan  kontraktor yang menggunakan material ilegal untuk pembangunan infrastruktur saluran irigasi Baliase Tahap IV di Luwu Utara tersebut.

"Negara kita ini adalah negara hukum. Artinya, bagi siapapun yang melanggar hukum berdasarkan dengan ketentuan undang-undang, bagi bersangkutan wajib mempertanggungjawabkannya dan APH harus segera bertindak tanpa pandang bulu, tegas dan berkeadilan serta tanpa diskriminatif berasaskan pada Sila Ke- 5 Panca Sila dan Pasal 27 UUD NRI 1945, pungkasnya. 

( 01_KBSS dan Tim)

Baca Juga

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama