PALOPO _SULSEL.MERAKnusantara.com, - Sebuah putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) tidak dapat dieksekusi objek perkaranya karena diduga terdapat unsur manipulasi dan pemalsuan pada materi gugatan perkara kewarisan di Palopo. Pasalnya, Perkara Gugatan Hak Warisan dengan Nomor Putusan 276.K/AG. 2023 tidak jelas atau terdapat kekeliruan fatal karena batas-batas atau luas obyek gugatan perkaranya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Fakta kekeliruan itulah membuat putusan tersebut menjadi non-executable atau tidak dapat dilaksanakan pula dilakukan perlawanan melalui aksi demo ratusan massa aksi penolakan sita eksekusi pada 27 Oktober 2025 lalu.
Kendati putusan telah inkrah, tidak bisa langsung dibatalkan. Pihak yang dirugikan akan mengambil langkah hukum luar biasa untuk membatalkan putusan tersebut pasca dilaksanakannya upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali yang pertama.
Selanjutnya pihak tergugat juga akan melakukan langkah-langkah hukum yang akan ditempuh kedepannya, yakni:
1. Perlawanan terhadap eksekusi oleh
Pihak tergugat yang merasa dirugikan akan mengajukan perlawanan terhadap rencana eksekusi yang akan diajukan oleh pemohon eksekusi.
Perlawanan yang akan diajukan ke Ketua Pengadilan Agama Palopo yang akan melaksanakan eksekusi, dalam waktu dekat ini akan menyerahkan surat permohonan Fatwa Hukum Perlindungan Hukum dan HAM kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan menyertakan bukti-bukti, bahwa objek yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan fakta objeknya dalam putusan dan atau ada pihak ketiga yang memiliki hak atas objek tersebut.
2. Pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang kedua oleh
Pihak Tergugat selaku yang dirugikan atas Putusan Hukum Inkrah kepada Mahkamah Agung. Tersebut karena adanya perbuatan manipulasi rekayasa pemalsuan data dalam kasus perkara kewarisan ini.
Akibat daripada hal tersebut, menyebabkan terjadinya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusan, di mana hakim menetapkan objek yang penuh rekayasa manipulasi dan pemalsuan data bahkan memutar balikkan fakta hukum atas hak pribadi tergugat (Amiruddin) yang oleh penggugat jadikan sebagai hak warisan.
Terbukti oleh 12 orang penggugat atas nama Ahli Waris Alm H Haring dan Almh Hj Hafirah, 7 orang diantaranya telah menyatakan bahwa tidak benar dan memohon maaf serta mengakui bahwa obyek perkara sengketa warisan atas sebidang tanah seluas 101m x 60 m yang terletak di Jalan Cakalang Baru Kelurahan Ponjalae Kec Wara Timur Kota Palopo tersebut adalah milik pribadi Tergugat Amiruddin Bin Haring, Tegas Harti Binti H. Haring.
Karena itu, Harti Binti H Haring bersama 4 orang saudara kandungnya membuat pernyataan tertulis di hadapan Lurah Ponjalae agar tidak ikut diproses hukum pidana seperti yang sedang berjalan saat ini yang menyebabkan 3(Tiga) orang saudara kandungnya yang ngotot bertahan mengakui putusan Inkrah itu, akhirnya jadi Tersangka atas perbuatannya karena melakukan penyerobotan.
Dan para ahli waris yang nantinya terbukti proses pidananya divonis bersalah, maka tentunya bukti baru (novum) bagi tergugat untuk dapat dijadikan upaya hukum selanjutnya untuk membatalkan putusan Inkrah dimaksud.
Juga bukti baru atas vonis pidana nantinya, semakin menunjukkan adanya unsur rekayasa dan manipulasi dalam gugatan perdata kewarisan ini putusan dapat dibatalkan.
Sebab putusan yang diperoleh dengan penipuan dianggap batal demi hukum karena objek sengketa yang tidak jelas. Termasuk luas dan batas-batasnya sebagai syarat mutlak dalam gugatan waris pada faktanya tidak bersesuaian.
Dan berdasarkan sejumlah refrensi ilmu hukum menyebutkan bahwa jika obyek sengketa tidak sesuai faktanya dan tidak jelas batas-batasnya, putusan gugatan dapat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Bukti baru atau novum bagi tergugat terhadap gugatan sebelumnya didasarkan pada data palsu, menjadi bukti otentik yang kemudian dapat dijadikan
untuk mengambil langkah hukum yang tepat selanjutnya.
Dalam hal ini kuasa hukum atau lembaga bantuan hukum yang mendampingi pihak "Tergugat" Amiruddin Bin Haring tentunya tidak akan tinggal diam terutama terhadap ke 3(Tiga) ahli waris yang bersikeras untuk tetap mengakui hak milik pribadi Amiruddin sebagai hak warisan tanpa bukti otentik kepemilikan pewaris akan dilaporkan kembali terkait pemalsuannya.
Hal itu, oleh 5 orang lainnya sebagai ahli waris alm H Haring dan Almh Hj Hafirah dengan tegas menyatakan bahwa hak warisan yang telah berkekuatan hukum tetap atas putusan Inkrah oleh Putusan MA itu adalah hak milik pribadi Amiruddin yang dibuktikan dengan surat pernyataan tertulis dihadapan Lurah Ponjalae dan ditandatangani di atas kertas bermaterai Rp 10000,-(sepuluh ribu rupiah).
Tersebut adalah bukti pendukung otentik yang sangat kontradiktif dengan putusan hukum yang bersifat Inkrah sebagai pegangan para terdakwa kasus dugaan Penyerobotan dan Pengrusakan salah satu obyek milik pribadi Amiruddin yang dijadikan sebagai obyek gugatan hak warisan.
Jadi menurut Amiruddin kepada wartawan media ini menyebutkan, bahwa ke Tiga orang saudara kandungnya yang tadi terdakwa saat ini dalam kasus pidana penyerobotan dan pengrusakan, itu berdasarkan fakta kepemilikan saya yang dilandasi hak kepemilikan sertifikat atas nama saya pribadi dari hasil pembelian lelang eksekutorial oleh KPKNL Palopo pada tahun 2016 lalu.
Amiruddin menambahkan, bahwa bagaimana bisa hak milik pribadi saya ini dikatakan hak warisan ? Sementara faktanya, Ayah kami Alm H Haring meninggal dunia pada tahun 2002 sedangan ibu saya meninggal tahun 2012 lalu. Bagaimana bisa orang sudah meninggal sebelumnya baru obyek yang dijadikan sengketa hak warisan baru dibeli pata tahun 2016 ? ucap Amiruddin heran.
(Laporan Biro Wartawan Sulsel- M Nasrum Naba)


Posting Komentar