JPU Diduga Diskriminasi dan Kriminalisasi Hukum Bagi JUHAENI (60) Atas Dakwaan Penggunaan Surat "Palsu" ?


Belopa_SULSEL.MERAKnusantara.com.- Sebuah proses hukum yang dialami oleh Per.Juhaeni Binti Ebo (60) Warga Desa Paconne Kec Belopa Utara Kab. Luwu Sulsel dinilai tidak logis, oleh JPU Kejaksaan Negeri Belopa melakukan diskriminasi dan kriminalisasi hukum dan akan dilakukan aksi demo sebagai wujud kepedulian kemanusiaan untuk keadilan.


Pendampingan hukum non litigasi selanjutnya akan dilaksanakan oleh Ketua LSM ASPIRASI Pusat Palopo sebagai wujud pembelaan dan perlindungan hukum dan HAM oleh Per. Juhaeni Binti Ebo atas persoalan hukum yang dialaminya.

Diduga keras telah terjadi skenario rekayasa hukum oleh pihak oknum APH tertentu yang ditengarai adanya persekongkolan jahat dalam upaya menjerat hukuman penjara kepada diri JUHAENI agar obyek perkara pembelian lahan sawah mahar kawin milik A. Sitti Fatimah AR dapat dikuasai atau dimiliki kembali oleh istri pelaporan Muhiddin, S.Pd atas alasan sebagai ahli waris dari Alm. Opu Daeng Silele.

Berdasarkan pihak Penasehat Hukum, Pembela dan Pengacara Tim Advokat Juhaeni Binti Ebo, bahwa pihak Pelapor Muhiddin, S.Pd dengan pihak oknum penyidik Reskrim Polda Sulsel yang menangani perkara pidana atas tuduhan pemalsuan Keterangan Riwayat Obyek Penguasaan dan Pengelolaan  Mahar Kawin atas nama Andi Sitti Fatimah A  Rahim benar - benar sangat tidak logis.

Bahkan diduga kuat bahwa antara pelapor dan pihak oknum penyidik Polda Sulsel  memiliki ikatan hubungan kekeluargaan yang masih sangat dekat. Itu sebabnya sehingga keinginan yang pelapor dengan segala cara dilakukannya untuk membuat proses hukumnya dapat dibuktikan.

Anehnya, lain yang dilaporkan lain pula yang dijadikan alat pembuktian pemalsuan hingga Per. Juhaeni Binti Ebo akhirnya divonis hukum pidana 1 tahun penjara sesuai ketentuan sangkaan atau dakwaan pasal 263 ayat 2 KUHPidana sebagai pengguna surat palsu.

Proses pidana dimaksud, surat yang dijadikan sebagai alat bukti dalam perbuatan tindak pidana penggunaan surat palsu, bukan obyek yang dijadikan dasar pelaporan tentang surat keterangan mahar melainkan surat pernyataan Terpidana dan surat keterangan Kepala Desa yang diduga kuat dibuat di Kantor Desa Paconne. Hal tersebut diakui dalam fakta persidangan oleh Kepala Desa Khairuddin sembari mengaku khilaf.

Berdasarkan atas pengakuan khilaf itulah, tentunya pihak Penyidik dan Penuntut Umum sejatinya menetapkan Kepala Desa Paconne sebagai Tersangka dan Terdakwa. 

Dan harusnya Kepala Desa Paconne oleh Khairuddin di Proses hukum dengan menetapkan sebagai Tersangka Pembuat Surat Palsu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 263 ayat 1 atau pasal 266 KUHPidana.

Itu sebabnya sehingga proses hukum yang dialami Per. Juhaeni Binti Ebo tersebut dinilai Diskriminatif dan Kriminalisasi Hukum oleh pihak APH ( oknum Penyidik, Penuntut Umum dan Majelis Hakim-red).

Melihat mekanisme pelaksanaan penegakan hukum yang dinilai sangat bertentangan dengan logika hukum secara rasional, aksi demo perlu dilakukan kembali sebagai bentuk mosi tak percaya terhadap para Oknum APH yang dinilai melanggar Norma dan Kaidah Hukum tertinggi di negeri ini. 

Yakni, Baik Norma Agama, Norma Adat maupun Norma Hukum ( Pancasila dan UUD NRI 1945) itu sendiri. Terutama Sila Pertama dan Kedua Pada PANCASILA dan pasal 27 UUD NRI 1945, tegas M Nasrum Naba selaku Ketua LSM ASPIRASI yang siap jadi Jenlap Aksi Demo di Kantor Kejaksaan Negeri Belopa Kab Luwu Kedepannya.

(Laporan Wartawan Biro Sulsel & Tim)

Baca Juga

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama